Jumaat, April 18

Menyebar Kebaikan atau Keganasan

HURUF sin, lam, mim (salima) sebuah akar kata yang membentuk kata salam (damai), islam (kekedamaian), Istislam (pembawa kedamaian), dan Taslim (ketundukan, kepasrahan, dan ketenangan).

Salam adalah kedamaian dan kepasrahan dalam pengertian lebih umum. Islam adalah kedamaian dan kepasrahan dalam pengertian yang lebih khusus, memiliki seperangkat konsepsi nilai dan norma (value & norm). Istislam adalah seruan kedamaian dan kepasrahan yang lebih cepat, tegas, rigit, dan sempurna (perfect).

Allah Swt memberi nama agamanya yang dibawa Nabi Muhammad Saw sebagai Islam. Bukan agama salam (kepasrahan tanpa konsep). Bukan juga agama istislam yang lebih mengutamakan kecepatan, ketegasan, dan kesempurnaan dalam memperjuangkan kedamaian dan kepasrahan).

Kata islam itu sendiri mengisyaratkan jalan tengah atau moderat (tawassuth). Di dalam Al-Qur'an disebutkan: Innaal-dina 'inda Allah al-islam (Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam/QS Ali Imran/3:19), man yabtagi gair al-islam dinan falan yuqbala minhu (Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya/QS Ali Imran/3:19).

Perhatikan ayat-ayat tersebut di atas semuanya menggunakan kata al-Islam, dengan menggunakan alif ma'rifah (al), bukan Islam dalam bentuk nakirah, bukan juga salam atau istislam. Ini semua menunjukkan bahwa dari segi bahasa saja al-Islam (Islam) sudah mengisyaratkan jalan tengah, moderat, dan sudah barang tentu menolak kekerasan dan keonaran.

Seharusnya seorang muslim (orang yang beragama Islam) itu mengedepankan kedamaian, ketundukan, kepasrahan dan pada akhirnya merasakan ketenangan lahir batin.

Agaknya kontradiktif jika panji-panji Islam dibawa-bawa untuk sesuatu menyebabkan lahirnya kekacauan dan ketidaknyamanan. Apalagi jika atas nama Islam digunakan untuk melayangkan nyawa-nyawa orang yang tak berdosa, sangat tidak sepadan dengan kata islam itu sendiri.

Kelompok minoritas liberal muslim memaknai Islam dengan konteks salam, yang lebih bersifat inklusif-substantif, sementara kelompok minoritas radikal muslim lebih memaknai Islam dengan konteks istislam, yang menuntut adanya intensitas dan semangat progresif di dalam mewujudkan nilai dan norma Islam. Kelompok mainstream muslim memaknainya sebagai sistem nilai dan norma kemanusiaan yang terbuka.

0 komentar:

Catat Ulasan

Share |

Buku Cerita Bawean