Ahad, Februari 5

Jangan Salah Memperingati Maulidurrosul


Sejak memasuki bulan maulid, bahkan menjelang datangnya bulan maulid, persiapan menyambut bulan maulid sudah kelihatan. Sebagian orang sudah mulai membeli atau memborong sejumlah bahan makanan, baik kalengan, botolan termasuk bunga-bunga yang akan mereka “pertontonkan” di masjid atau mushalla pada waktu perayaan maulid, lalu setelah itu dibawa pulang lagi. Ini bagi orang kaya atau yang punya uang untuk membelinya. Adapun bagi yang tidak mampu, jangankan membeli persiapan maulid, untuk membeli kebutuhan pokok saja sudah mengap-megap, apalagi dalam kondisi seperti sekarang dimana harga di bawean melonjak naik akibat terputusnya transportasi Gresik-Bawean.Melihat tetangga sudah sibuk belanja persiapan molot, seorang ibu duduk termenung, ia teringat suara anaknya setahun yang lalu: “Mak, kenapa kita tak norok amolot ?” (istilah bagi orang yang tidak membawa angkatan ke masjid). Suatu pertanyaan yang berat untuk dijawab, mau bilang emak tidak punya uang, tidak tega pada anaknya yang belum mengerti keadaan orang tuanya, lagi pula kalau ia menjawab tidak punya uang, sang anak pasti akan bertanya lagi: “Kenapa tetangga kita punya uang?” Di tengah lamunannya tiba-tiba sang anak datang dan berkata: “Mak, si Ali (temannya) sudah dibelikan molot oleh ibunya, bunganya bagus sekali mak!, Saya kapan dibelikan mak? ayo mak beli sekarang!!!”. Dengan rasa sedih yang mendalam, ia dekap anaknya, ia kecup kenignya, lalu dengan senyum yang dipaksakan ia berkata: “Ya.. ya.. kan waktunya masih beberpa hari lagi.” Namun dalam hati ia ragu, apakah bisa menepati janjinya atau tidak? Bagaimana kalau hingga tiba waktunya nanti ia tidak bisa menepati janji yang sudah terlanjur ia ucapkan pada anaknya?. Sedih, perih dan dan pedih rasanya.Haruskah ia berhutang? Lalu kalau ada yang memberi hutangan, dari mana uang untuk membayar? Tak terasa tiba-tiba air mata menggenang lalu keluar dari pelupuk matanya dan mengalir di pipi. Sang anak pun bertanya: “Emak menangis? Kenapa mak?” Sambil mengusap air mata dengan tangannya sang ibu berkata: “Tidak nak, emak tidak menangis.” Tapi sang anak tidak menyerah: “Kok emak keluar air mata?” “Oooh… mata emak perih, tadi kena asap waktu memasak di dapur.” Dalam hati ia berkata: Maaf nak, emak terpaksa berbohong, semoga Allah memaafkan kebohongan emak, karena emak tidak mau kamu mengetahui apa yang emak pikirkan, emak tidak mau kamu merasakan kesedihan yang emak rasakan.Bagi orang kaya, maulid adalah bulan yang ditunggu-tunggu dan hari yang menggembirakan, karena di hari itu mereka bisa berpesta dan adu keahlian mengemas berbagai macam bahan makanan yang dibuat dalam berbagai bentuk, seperti kapal, pesawat terbang, burung dan lainnya. Tapi bagi orang miskin, kedatangan bulan maulid adalah hari yang mencemaskan dan menyedihkan, sejak melihat orang kaya mulai belanja, si miskin hanya bisa menelan ludah pahit karena tidak bisa mengikuti budaya molot yang berlaku di kampungnya. Hal ini ditambah lagi dengan perayaan molod yang tidak hanya sekali, ada molod di masjid, ada lagi molod di langgar atau mushalla, lalu di sekolah. Itu pun kalau anaknya Cuma satu, kalau anaknya dua, tiga atau lebih, maka biaya bertambah besar lagi, yang kesemuanya semakin menambah beban berat yang tak mampu ia pikul. Kalau ikut molot harus menanggung hutang, kalau tidak ikut, harus menanggung perasaan malu dan sedih, belum lagi pertanyaan anaknya mengapa tidak ikut molot.Dalam tulisan (Jadikan Peringatan Maulid Nabi Untuk Merangsang Ekonomi Ummat / MB 28/1/212) disebutkan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits nabi yang menganjurkan kita memerhatikan orang miskin dan anak yatim. Katanya nabi datang sebagai rahmatan lil aalamin, tapi ternyata budaya molot menjadi beban berat dan kesedihan bagi fakir miskin. Katanya maksud merayakan maulid nabi adalah sebagai ungkapan kegembiraan dan rasa syukur atas kelahiran nabi, tapi perayaannya malah bertentangan dengan ajaran beliau. Nabi mengajarkan kita untuk mengasihi anak yatim dan menyantuni fakir miskin, tapi dalam perayaan maulid, orang-orang kaya justru pamer kekayaan yang membuat sedih anak yatim dan menyusahkan orang miskin.Alangkah indahnya kalau bulan maulid dijadikan sebagai bulan infak dan sedekah, bulan mengasihi anak yatim dan bulan menyantuni fakir miskin. Alangkah indahnya kalau angkatan molot yang di bawa ke masjid tidak di bawa pulang lagi, tapi dibagikan dan dihadiahkan kepada fakir miskin, baik diberikan langsung, atau dijual lalu uangnya diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan, kepada orang yang kesulitan membeli beras, kepada anak yang tidak mampu membeli buku pelajaran, yang tidak mampu membeli pakaian seragam sekolah, yang tidak mampu membayar spp, diberikan kepada orang sakit yang tidak mampu berobat, digunakan untuk membantu orang miskin memperbaiki rumahnya yang sudah tidak layak huni, dan orang-orang yang membutuhkan bantuan lainnya. Sehingga dengan demikian, bulan maulid menjadi bulan beramal bagi orang kaya dan bulan kegembiraan bagi anak yatim dan fakir miskin. Amiin.

0 komentar:

Catat Ulasan

Share |

Buku Cerita Bawean