Jumaat, Disember 3

PR Buat Sambari Qosim : Renstra Pembangunan Pulau Bawean


Media Bawean, 3 Desember 2010

Oleh : Fauzi Ra'uf*

Seratus hari pertama tugas bupati – wakil bupati kita yang baru, berlalu. Bupati – wabup yang menang lewat meja Mahkamah Konstitusi ini berkunjung ke Bawean. Meriah dan menebarkan optimisme, sekalipun pasangan ini tidak banyak memperoleh suara, tetapi penyampaiannya di berbagai kesempatan amat menjanjikan dan mempesona seluruh warga. Sudah lazim, warga Bawean amat menghormati pimpinannya, sekalipun pada saat pemilihan, mayoritas mereka tidak memilih pasangan ini. Saya berharap semuanya kelak menjadi nyata. Agar kekecewaan kita tidak berulang dari pemilu ke-pemilu.

Memang, gebrakan dalam 100 hari ini cukup menjanjikan; perbaikan listrik dan penurunan tarip kapal, perbaikan jalan lingkar, dirasakan masyarakat sebagai episode awal dari langkah pasangan ini. Sekalipun sebenarnya, untuk beberapa hal, sudah ditetapkan pada era rezim sebelumnya. Kita berharap rencana pengadaan kapal yang lebih layak dan pemerataan listrik akan segera terwujud, tidak hanya sekedar retorika politik seperti yang sudah-sudah. Upaya seratus hari pertama ini bisa disebut simbolisasi dari keseriusan bekerja dalam waktu lima tahun kedepan, sekalipun masih harus dibuktikan nanti. Seratus hari bukanlah apa-apa dibanding lima tahun. Tidak ada artinya serius dalam seratus hari, tetapi tidak dalam ratusan hari lainnya. Tapi tak apalah, kita ikuti saja "mithos 100 hari" ini.

Tumpukan masalah telah menunggu khidmat dari pemimpin baru kita ini. Banyak tokoh masyarakat Bawean yang meneriakkan " L JK" (listrik, jalan dan kapal) untuk hal-hal yang paling mendesak dan tidak boleh ditunda-tunda. Saya ingin mengusulkan model pembangunan P.Bawean yang lebih bijak sesuai dengan norma pembangunan pada umumnya. Sejak dulu, cukup banyak usaha untuk membangun Bawean, tapi banyak juga yang gagal dan tidak berkelanjutan. Mengapa ? karena semuanya tidak didasarkan atas perencanaan dan strategi yang mapan. Contoh yang paling nyata adalah pembangunan jalan lingkar, dermaga, perikanan /TPI Sangkapura dll. Sudah jamak diketahui bahwa "penyakit" paling berbahaya bagi jalan beraspal adalah air, tetapi dari waktu ke waktu, "penyakit" tersebut tidak ditangani dengan baik.

Menurut saya, yang pertama-tama harus dilakukan oleh Pemda Gresik dalam kaitan ini adalah membuat RENSTRA (rencana dan strategi) pembangunan Pulau Bawean, jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Sepanjang pengetahuan saya, Ini tidak pernah dibuat oleh bupati – bupati sebelumnya. Mungkin sudah dibuat Renstra untuk pembangunan kabupaten Gresik secara keseluruhan. Tetapi untuk P.Bawean, harus dibuat secara khusus. Mengapa ?

Pertama, letak geografis Bawean yang notabene merupakan wilayah kepulauan, tidak bisa disamakan dengan Gresik daratan. Biaya hidup, harga kebutuhan pokok dan upah tenaga kerja di pulau ini jauh lebih tinggi dari pada Gresik daratan. Jika ada dua buah proyek yang sama dengan bugjet yang sama pula, yang satu diadakan di Bawean dan yang satunya lagi di Gresik daratan, kwalitas yang di Gresik daratan pasti lebih baik daripada yang di Bawean. Karena perbedaan harga barang-barang kebutuhan dan upah tenaga kerja.

Kedua, perbedaan etnis dan kultur. Masyarakat Bawean berasal dari berbagai etnis yang beragam dengan berbagai karakternya masing-masing. Ada yang berasal dari Bugis-Mandar, Palembang (kemas), Madura, Jawa, disamping Bawean sendiri. Kelompok – kelompok etnis ini berbaur dalam lokus yang relatif kecil, tetapi tidak pernah terdengar ada konflik yang berbau sara misalnya. Menghadapi masyarakat multi etnik yang demikian, tentu memerlukan pemahaman dan pola yang berbeda daripada yang diterapkan di Gresik daratan. Salah satu kegagalan pemerintahan sebelumnya dalam pembangunan Pulau Bawean adalah pada tingkat komunikasi. Mereka gagal menyelami dan memahami karakter masyarakat Bawean yang terus terang, kristis, mandiri dan tidak mudah dipengaruhi. Kebiasaan merantau, wawasan dan pengalaman yang luas, juga merupakan faktor lain yang membentuk karakter khas dan kepercayaan diri yang terkadang berlebihan dari masyarakat Bawean. Itulah mengapa Bupati (Robbach Ma'shum), dalam sepuluh tahun menjabat, tidak pernah harmonis dan bahkan sering berbeda pendapat dengan hampir seluruh tokoh masyarakat Bawean, dan karenanya pula beliau lebih banyak menyerahkan urusan Bawean kepada wakilnya.

Ketiga, perbedaan tingkat mobilitas. Ini juga akarnya dari kondisi georgafis. Awalnya, tentu saja karena kesulitan mencari penghidupan yang cukup di tanah Bawean. Lalu mereka merantau mencari penghidupan di bumi Allah yang lain. Bagi orang Bawean, laut adalah segala-galanya. Kalau saudara-saudara kita di gresik daratan bisa menikmati perjalanan darat di atas aspal yang mulus dengan banyak akses, masyarakat Bawean hanya memiliki satu-satunya akses yang resmi, yaitu lewat pelabuhan Gresik. Mobilitas yang tinggi ini juga yang menyebabkan harapan warga Bawean akan perbaikan, relatif agak tinggi. Mereka mudah sekali membandingkan fasilitas dan infra struktur yang ada di Bawean dengan apa yang mereka rasakan di perantauan. Infra struktur dan pelayanan kesehatan yang ada di Bawean, misalnya, mereka bandingkan dengan apa yang mereka rasakan di Kuala Lumpur atau di Singapore. Karena itu, mereka sering merasa kecewa. Komandan kita yang baru ini, harus bisa memahami psikologi para Boyanese ini dengan arif, tidak dengan sinis apalagi dengan olok-olok.

Renstra yang saya maksud memuat langkah-langkah, arah dan kerangka kerja yang akan dilakukan selama lima tahun ke depan. Dalam penyusunannya nanti juga harus mempertimbangkan aspirasi masyarakat Bawean sendiri, terutama tokoh-tokoh masyarakat, ormas dan elemen-elemen lainnya. Saya ingin mengusulkan, dalam Renstra itu nanti harus ada rumusan yang mengatur tentang tata ruang dan planologi Bawean. Ini mendesak dilakukan, oleh karena dalam dua puluh tahun terakhir ini, pembukaan pemukiman baru terjadi secara besar-besaran, seiring dengan membanjirnya pendatang baru di pulau ini. Konon, sejak beberapa tahun lalu, di Bawean sudah tidak ada lagi hutan lindung, yang ada hanya hutan produksi. Kalau dunia mengenal pulau ini dengan spiesisnya yang unik, yaitu rusa Bawean, maka menurut informasi dari para peneliti dari UGM Yogyakarta, populasinya sudah jauh menurun. Penyebabnya, tentu karena areal tempat hidupnya semakin sempit, terdesak oleh pemukiman penduduk. Sebab lainnya, karena kayu bulu, makanan favoritnya juga sudah banyak yang ditebangi.

Jadi dalam planologi itu nanti akan diatur pemetaan ruang-ruang, berdasarkan kepentingan bersama dan jangka panjang. Apalagi, konon pemerintah akan segera "membuka" pulau ini menjadi tempat wisata. Pada planologi itu, akan ditentukan area-area yang bisa dikembangkan untuk wisata, baik laut, pantai maupun pegunungan. Ada kawasan khusus untuk hotel, cottage, tempat hiburan dan semacamnya. Jalan-jalan yang menghubungkan berbagai tempat penting juga mesti direncanakan dan ditata sejak awal.

Dalam beberapa dekade terakhir, Bawean kebanjiran para pendatang, yang sebagian besar bertujuan mengais rizki di pulau ini. Tanpa bermaksud menggebyah uyah, sebagian besar mereka memang bekerja keras sesuai niatnya, tetapi tidak jarang pula yang menebar masalah. Keramahan warga Bawean terhadap tamu, dimanfaatkan oleh segelintir mereka untuk melakukan tindak kriminal seperti pencurian, perjudian dan sebagainya. Warga Bawean yang sudah sejak lama biasa menaruh barang-barang keperluan kerja sehari-hari di luar rumah menjadi tidak nyaman, karena sering hilang. Para pendatang ini juga mendirikan pemukiman-pemukiman di tempat-tempat yang tidak semestinya, tanpa mengindahkan aspek keindahan dan kenyamanan.

Renstra tersebut diinisiasi oleh pemerintah dengan menyerap aspirasi dari berbagai elemen masyarakat. Para Ulama, Kyai, tokoh masyarakat, pemuda, yang berasal dari ormas, partai politik, pemerintah (Kecamatan dan Desa), LSM dan sebagainya amat penting diajak untuk memberi masukan dalam penyusunan Renstra tersebut. Kesalahan sebelumnya tidak boleh terulang lagi, yaitu bahwa pemerintah hanya mendengar suara rakyat Bawean dari dari wakil-wakil resmi (DPRD) yang sarat kepentingan dan konflik. Dalam kondisi perpolitikan yang carut marut seperti sekarang, aspirasi dan suara hati rakyat terkanalisasi tidak hanya pada jalur-jalur resmi, tetapi lebih banyak pada elemen-elemen non-negara.

Oleh : Fauzi Ra'uf : Mantan Ketua PCNU Bawean

0 komentar:

Catat Ulasan

Share |

Buku Cerita Bawean